<body>




Photobucket
Monday, January 29, 2007
Serial Bintang 8

:: Ternyata Cinta ::


Ternyata bukan PMS. Kekuatiran Rein terbukti nyata. Semakin hari, Yudha makin ga ada kabarnya. Sejak terakhir Rein ke Perpustakaan dan gag ketemu pria itu karena dia gag les, sejak itu mereka gag pernah ketemu lagi. Keesokan harinya, Yudha mengirim SMS kepada Rein,

Yudha : Hai Rein, sori kemaren kan cuma hari pengumuman aja. So aku bolos.
Rein : Oh ya udah. Kamu lulus ke level berikutnya donk ya? Masuk les lagi kapan?


and that's it. Selama 2 hari berikutnya Yudha gag mengirimkan pesan apapun lagi kepada Rein. Jangan ditanya bagemana perasaan gadis itu. Gundah gulana gag karuan. Dia gag bisa berhenti, sepanjang hari, bertanya-tanya... Kemana gerangan pria itu? Biasanya dia rajin mengirim SMS at least 5x dalam sehari dan ditambah telpon sesekali.

"Rein, kamu ada masalah?" Mama bertanya kepada anak sulungnya itu.
"Hmmm...."
"Rein, sudah.. kamu pulang aja ya. Keliatannya kamu kurang tidur," Mama mengusap-usap punggung Rein.
Diperlakukan begitu, rasanya Rein ingin menghambur ke pelukan Mama dan menangis. Tapi dia gag tega, Mama sudah cukup kuatir melihat Rein seperti ini. Beliau bahkan tidak menanyakan apa sebab dia jadi begini, karena mungkin beliau sendiri tidak tega mendengar penyebabnya.

Rein pulang diantar Budhe. Mama gag ijinin Rein pulang nyetir sendiri karena wajah anaknya itu semakin memucat. Sekembalinya Budhe dari rumah,

"Anak gadismu kenapa?" Budhe bertanya.
"Gag tau saya Mbakyu. Sudah dua hari ini begitu. Semalam saya dengar dia gag tidur. Semalaman dia gelisah, mondar-mandir dari ruang kerja ke dapur. Nyalain TV di ruang tamu, masuk kamar mandi, ke dapur lagi," mata Mama berkaca-kaca. Terakhir Mama melihat Rein seperti ini, ketika anaknya itu putus cinta bertahun lalu.

Rein sendiri, bukannya tanpa usaha. Beberapa kali dia mengirim SMS tapi gag dibalas, sampai akhirnya Rein malu sendiri kenapa sampau segitunya mengejar kabar dari Yudha. Akhirnya Rein menyerah setelah mencoba menelpon Yudha, dengan menggunakan nomernya Baim. Tepatnya, tadi malam,

Yudha : Halo.
Rein : Yudha? Ini Rein.
Yudha : Oh, ...............
Rein : Halo?
KLIK.


Telpon ditutup oleh Yudha. Tak terkira sakit hatinya Rein saat itu. Gelisah dia semalaman, persis seperti apa yang diceritakan Mama pada Budhe. 3 hari Rein bertanya-tanya ada apa dengan Yudha? Apa salah Rein pada Yudha?

Dan hari ini, saat Rein berbaring di tempat tidur dengan kepala sakit, separuh karena kurang tidur dan sisanya karena pikiran; dia menangis. Menangis dari dalam lubuk hatinya. Sakit hati, bertanya-tanya, putus asa... dan merasakan cintanya terkoyak.

Cinta??

Cinta???

Rein seketika berhenti menangis saat memikirkan kemungkinan itu. Apa iya dia telah jatuh cinta pada Yudha, yang dikenalnya baru beberapa bulan? Yang mengisi harinya dengan SMS dan obrolan 2x seminggu di kantin depan perpustakaan? Yang selalu membuat dia tertawa, tersenyum disela obrolan mereka yang seakan gag pernah kekurangan bahan untuk dibicarakan. Dan rasa nyaman itu saat berada di dekat Yudha. Kangen dia hari-hari tanpa kebersamaan mereka. Wajah Rein yang memerah saat menerima SMS dari pria itu.

Semua. Semuanya jadi bukti bagi Rein bahwa dirinya perlahan telah jatuh cinta pada Yudha. Pada cara pria itu menimbulkan rasa nyaman dan....

Rasa nyaman. Ya itu dia.

Perasaan yang penting buat Rein buat memulai sesuatu. Dia inget pernah ngerasa kayak gini. Sudah lama banget tapi, malah mungkin dia hampir lupa rasanya. Terakhir kali Rein jatuh cinta, semuanya berawal dari rasa nyaman.


Perasaan yang sama, dengan yang dia rasakan sekarang.

Perlahan Rein bangkit dari tempat tidurnya, membuka laci meja belajarnya dan mengambil buku harian. Buku bersampul coklat yang dia sembunyikan dari Tatyana. Rein membuka buku itu, dan mulai menulis sebuah puisi,

    Ternyata Cinta

    oh tidak Tuhan...

    ternyata ini cinta, karena hanya cinta yang mampu menciptakan rasa sakit seperti ini.


Hari berganti hari. Rein masih saja bertanya-tanya kemana Yudha; dan menangis. Seisi penghuni rumah pun kalang kabut jadinya. Bahkan Baim yang paling cuek pun membelikan mbak-nya seliter eskrim demi membantu Rein mengobati luka hati-nya. Ini berdasar saran dari Tatya,

"Kamu tuh mbok ya disaat seperti ini, nunjukin dukunganmu ke Mbak!" omel Tatya akan betapa cueknya Baim menghadapi situasi gawat darurat kayak gini.
"Trus aku mesti gimana? Ngegebukin tu cowok?
"Kalo perlu!" sahut Tatya semangat.
"Gila, apa?" sungut Baim kesal.
"Ya kalo gitu nyumbang eskrim aja. Makan eskrim disaat seperti ini, baek untuk menyembuhkan jiwa yang terluka," Tatya menjilat bibir.
"Bukannya mbak paling anti makan eskrim?" Baim mengerutkan kening. Setahunya, Rein emang anti makanan berlemak.
"Lho, ini kan kondisi gawat darurat!!" Tatya terus mengompori Mas-nya ini.

Padahal emang bener Rein paling rewel jaga badan dan anti eskrim. Buntutnya? Tatya pesta eskrim, hohoho. Ini emang akal-akalannya Tatya aja sih. Hush! Bersenang-senang diatas derita orang lain! Baim jelas aja sewot melihat seliter eskrim diembat sama si bungsu yang bandel abis itu.

Perlahan Rein bisa menerima kenyataan bahwa Yudha itu memang menjauh darinya. Well, sebenarnya Rein tidak begitu saja menerima kenyataan itu. Di hari ke-10 , Tatya ngotot menyuruh Rein untuk sholat minta petunjuk. Rein pergi mengambil air wudhu dan sholat Istikarah. Simpel saja doa gadis itu, kalo emang Yudha untuknya semoga dimudahkan jalan untuk bersama. Kalo gag, ya Rein mohon agar dia diberikan kemudahan juga untuk melupakan Yudha dan untuk mengobati patah hatinya.

Sudah 2 minggu lebih berlalu tanpa ada sekalipun SMS dari Yudha. Perlahan Rein sudah bisa ikhlas. Sudah gag pernah lagi berusaha kontak Yudha. Dia sudah bisa tidur nyenyak lagi, walo kadang terbangun ditengah malamYudha, dia pun menangis lagi. Tak bisa disangkal, hatinya tetap memendam satu tanya: mengapa Yudah mendadak menjauh? Ada 1001 teori berkelebat di benaknya dan juga ditambahi dengan teorinya Tatya.

Teori apa aja itu? Mungkin akibat mabuk eskrim seliter, jadi teorinya Tatya banyakan ngawurnya....

|
{------posted @ 5:42 PM------}